KUMBANG DATANG TANPA DI UNDANG

Seluruh tubuh Dewi pegal-pegal.Seminggu lebih di Jakarta tidak sekalipun dia benar-benar berolahraga.Paling banter yang dia lakukan hanya melomapat-lompat dikamarnya atau jalan-jalan pagi mengitari komplek yang sangat luas.Padahal sejak baru datang sudah ngiler melihat hall basket sendirian disana.Apalagi kalau kepergok anak laki-laki,wah…. Bisa-bisa dia pingsan di lapangan.Yah….walaupun saat ini dia tidur,makan dan menghabiskan seluruh waktunya di Jakarta,tempat ini tetap meskipun bukan rumah baginya.
Dewi merindukan rumahnya.Dan bila mengingat tubuhnya yang pegal-pegal,dia jadi teringat terus pada lapangan basket mini dibelakang rumahnya.lapangan basket dibuat ayahnya untuk kakaknya saat kelas satu SMP yang saat itu Dewi masih duduk di SD,seperti biasa tidak mau ketinggalan kakaknya.Melihat Iman begitu senang menghabiskan waktunya dilapangan basket itu, ia jadi tergiur untuk ikut bermain Dewi pun merengek minta diajarkan.Mulanya Iman keberatan untuk mengajarkan karena Dewi terlalu mungil untuk bisa bermain basket.Tapi dia terus bermain sampai Iman bosan dan akhirnya menyerah .Begitu bersemangat Dewi belajar,dalam tempo yang singkat dia sudah bisa bermain lawan yang handal.
“Selamat pagi,Dewi.”
Dewi menoleh seorang gadis manis dengan pakaian berjilbab putih abu melangkah mendekatinya.Sepertinya juga Dewi,agaknya gadis itu tengah menikmati pagi dengan mengitari Jakarta.
“Selamat pagi, Lia.”balas Dewi.
Lia tersenyum kecil,namun matanya mrnyimpan keheranan karena mendapati Dewi berdiri sendirian di hall basket.Walau sedikit ragu,akhirnya dia melontarkan juga pertanyaan yang bermain dibenaknya saat pertama melihat Dewi,”Dewi sedang apa sih?
“Ah…Dewi hanya kebetulan rindu main basket,”Dewi menunjuk gedung didepannya dengan dagunya.”Tapi yaa…kayaknya sulit.
“Jadi Dewi suka main basket ?tanya Lia antusias.
Dewi mengangguk,’suka sekali.Dibelakang rumah Dewi ada lapang baskrt hampir tiap sore Dewi main basket kalau enggak sama kakak ya sama adik.Bahkan sesekali,kalau kebetulan sedang kumpul kami main bersama-sama.Orang tua aku juga kadang ikutan nimbrung,”ingatan Lia menerawang pada kehangatan rumahnya.
Duh…kangennya.
SMA Dewi hanya tiga kilometer dari batas kota.Dah dari batas kota kerumahnya Cuma lima menit dia tiba dirumahnya.Tapi memutuskan untuk terus disini setidaknya untuk dua minggu berturut-turut.
“Kalau begitu kita senasib,Dewi.’
Suara Lia mengingatkan Dewi pada gadis itu.Dewi menoleh kesamping kirinya dan mendapati sepasang mata gadis itu membiasakan kerinduan persis seperti dia rasakan.
“Senasib?Dewi ingin memastikan.
“Saya juga suka sekali main basket,Dian.”Lia mengedikan bahunya.”Sejak pertama di sini saya ingin sekali main basket di gedung ini.Tapi kemarin pelajaran olahraganya cuma senam dan lari-lari dilapangan.Lia menghembuskan nafasnya.”Jadi cowok enak ya,Dewi.Kalau hari Minggu mereka mengusai hall basket seharian.Padahal lapangan bola mereka juga mengusai,cewek-cewek jadi kalah bersaing.Habisnyaaa… nggak banyak sih yang suka olahraga.
Dewi tersenyum simpul mendengar keluhan Lia.Dari yang dilihatnya hari Minggu kemarin,anak-anak SMA terutama anak laki-laki usai shalat subuh langsung meramaikan seluruh pasilitas olahraga yang ada di sekolah.Kalau hanya berkaca pada hal itu,sepertinya apa yang dikatakan Lia memang tidak salah.
Sebuah ide tiba-tiba melintas pada pikiran Dewi,”kita ketempat Pak Diman,yuk.Pinjam kunci hall basketnya.Moga-moga aja dia juga punya kunci tempat penyimpanan bola,kalau beruntung kita bisa main setengah jam.Setengah tujuh nanti masih cukup waktukan buat siap-siap ke Sekolah.
Lia mengangguk.Tanpa komentar diapun mengikuti Dewi menuju rumah Pak Diman penjaga sekolah SMA. Rumah mungil terletak di pinggir kelas X.1 saat itu belum lagi pukul enam pagi.Komplek SMA masih sepi belum ada aktivitas dari manapun.Tapi setahu Dewi, pak Diman selalu bangun pagi. Bahkan laki-laki itu selalu menunaikan shalat subuh berjama’ah di mesjid.
“Itu pak Diman, Dewi.”
Lia menunjuk kearah taman bunga yang terletak didepan kelasX.3. Disitu pak Diman sedang mencabut rumput yang liar disela rumpun melati.
“Pak Diman,’panggil Dewi begitu tiba di dekat pak Diman.
Pak Diman menoleh,”eh Dewi ada apa?”
Dewi segera menjelaskan maksudnya.
“Oh… ada, Dewi,ada,”ujar pak Diman begitu Dewi selesai bicara.”Lia tunggu sebentar disini ya,saya ambilkan.
Pak Diman kembali tak sampai lima menit kemudian dengan serenceng kunci disaku celananya dan sebuah bola basket di tangannya.
“Bola dari mana,Pak?segala perlengkapan olahraga bukannya disimpan digudang,Pak?tanya Dewi ketika Pak Diman menyerahkan bola itu ke Lia.
“Yang biasa di pakai Pak Agus kalau pelajaran olahraga,Dewi.Tapi ini bola sering dipakai anak-anak kalau hari libur.Bola ini sengaja dititipkan di rumah saya biar siapa pun yang ingin main mudah mengambilnya.
Waahh….asyik!
Dewi benar-benar menikmati pagi itu.Permainan Lia ternyata cukup bagus.Bregantian mereka saling membuat point.Ketika jam di pergelangan tangannya menunjukan pukul setengah tujuh,Dewi merasa sayang karena harus menyudahi permainan meraka.
“Besok kita main lagi,Lia?
“Maunya sih begitu,Dewi!Tapi kalau tiap hari nafas saya nggak cukup.Badan saya juga pasti nggak kuat, habis ini kita sekolah.Oh iya ya.
“Tapi kalau dua hari sekali kayaknya nggak apa-apa Dewi.”
Kalau gitu lusa kita main lagi,ya.”
Maka begitulah. Seperti yang telah mereka sepakati’ mereka meminjam kunci hall dan bola basket pada pak Diman sekali dalam dua hari. Selama dua kali mereka hanya bermain berdua.Tapi kemudian teman yang lain ikut. Putri dan Sinta juga menyukai olahraga ikut nimbrung bersama mereka.Pada kesempatan berikutnya,semakin banyak yang ikutan bermain.
Mulanya kehdiran mereka menyenangkan.Apalagi saat jumlah mereka cukup untuk bermain saling berhadapan.Akan tetapi pada saat mereka kumpul untuk yang ke enam kalinya Lia terpaksa menarik napas kecewa.
“Kok dia udah main duluan,Dewi?”
Lia tak kalah kecewa dari Dewi.
Dewi menatap beberapa teman laki-laki yang senang asik bermain dengan teman perempuan yang bisa ikut main bersama Dewi.Mereka bukan hanya saling mencuri kesempatan tapi untuk merebut bola,tapi juga saling mencuri kesempatan untuk sekedar bercanda dan saling tatap.
Aduh….mulai mulai kerasukan asmara deh kayaknya.
“Dewi !’ Andin gadis yang paling cantik diantara teman-temannya tapi,Dewi juga tidak kalah cantik.Andin kemudian meninggalkan lapangan untuk mendekati Dewi.”Maaf Dewi,kita udah duluan.Waktu saya dan teman-teman nyampe disini mereka udah duluan.Berhubung jumlah kita belum cukup mereka minta ikutan main menjelang Dewi datang dan teman-teman datang,”jelasnya begitu di depan Dewi.
Dewi melemparkan pandangan kelapangan.Permainan basket sudah selesai.Teman-teman yang datang bersama Dewi ikutan menggabungkan diri satu persatu bersama teman-teman yang lebih dulu dilapangan.Maka yang ada sekarang bukan hanya dua tim lagi yang trlibat permainan basket yang seru,tapi sekumpulan remaja yang terlibat pembicaraan yang penuh canda.
Dewi merasa tersisih.Namun bukan itu yang membuaat dadanya sakit,melainkan rasa bersalah karena tanpa disadari dia sudah membuka peluang terjadi hal ini.Dada Dewi terasa di cubit-cubit.Terlebih melihat kemarahan teman perempuannya yang sepertinya senang dengan kehadiran teman laki-laki mereka.
“Ya Allah ampuni aku.”
“Dewi,kita nggak jadi main?tanya Ratih.Melihat Dewi mematung di tempatnya.
Dewi mengendalikan bahu,”kayaknya aku nggak jadi main,tapi kamu lanjutkan mainnya.Tapi aku ingin kalian main seperti biasa.itu artinya anak laki-laki tidak boleh main.
“Tapi kalau Dewi nggak main jumlah kita kurang dong.
“Saya juga nggak main,Ratih,tukas Lia.
Kening Ratih yang halus sedikit terganggu dengan kerautan yang tiba-tiba muncul disitu.”kok gitu,Lia?”
“Kalau gitu saya main duluan, ya Dewi.”Ratih kembali lagi kelapangan.
Sepintas gadis itu lalu menjelaskan apa yang dilakukan Ratih pada temannya.Tanpa banyak cincong anak laki-laki kemudiaan menyingkir kepinggir lapangan.Dan dari sana mereka lalu memberi dukungan penuh semangat pada dua tim yang sedang bermain dari yang dilihat Dewi,dukungan lebih banyak ditunjukan tim yang dipimpin Ratih.
“Ratih duduk disebelah Dewi,”kok sudah dua kali ini kamu nggak datang buat main basket ?”
Pertandingan jadi nggak seru,Dewi.Rasanya ada yang kurang gara-gara kamu nggak main.Habis….kamu yang paling jago mainnya.
Dewi tersenyum simpul.
Dewi memang tidak punya pilihan lain.Terang-terangan melarang teman laki-lakinya datang ke hall basket,bisa-bisa di dianggap cerewet dan mengada-ngada.Main basket bareng-bareng kok dilarang?”jangan-jangan kamu nggak main gara-gara mereka?tanya Ratih tiba-tiba.
“Kok kamu punya pikiran gitu?”Dewi balik tanya.
Soalnya waktu itukan ada mereka dan kamu nggak mau main.Terus sudah dua kali ini kamu juga nggak datang buat main,”Ratih menatap Dewi lekat,”Apa iya gara-gara mereka,Dewi?
Dewi meletakan bukunya diatas meja.”Benar sekali ,jawabnya sejurus kemudian.
Kenapa begitu,Dewi nyata sekali keheranan di wajah Ratih.
“Allah menciptakan keindahan dalam diri seorang perempuan.Keindahan yang membuat bahasa tubuh maupun suaranya yang begitu memikat, baik saat berbicara, tersenyum, tertawa, bergerak kian kemari, bahkan saat marah sekalipun. Hal ini yang membuat perempuan menjadi pusat perhatian. Membuat semua pandangan terarah padanya. Membuat maksiat banyak pula bermula dari keberadaan perempuan, kita harus bisa jaga diri. Menjaga dan merawat keindahan yang sudah diberikan oleh Allah buat kita agar tidak menciptakan dosa dan mala petaka.”
“Lalu….apa hubungan semua itu dengan basket, kamu?Ratih masih belum mengerti.
“Seperti yang aku katakan tadi. Setiap gerak-gerik perempuan bisa membuat orang terpikat. Nah….sekarang coba bayangkan kamu dilapangan basket,”wajahmu yang rupawan, gerak-gerikmu yang gemulai kini terlihat lincah ketika mengejar dan menyarangkan bola di keranjang. Well….kalau aku laki-laki,aku pasti tidak bosan-bosan menatapmu.”
Wajah Ratih memerah,”ah bisa saja kamu.
“Aku serius, Ratih. Maka aku lebih suka tidak main basket jika ada anak laki-laki yang menonton kita bermain.”
Ratih tercenung,”kalu kaya gitu sebagi seorang perempuan kita harus gimana,Dewi?tanyanya kemudian. Tiba-tiba saja ada perasaan ngeri dalam dirinya. Sungguh tidak enak membanyangkan dirinya terus-terusan dipandangai kaum adam, tapi….sejujurnya dia juga suka menjadi pusat perhatian. Bukankah setiap wanita ingin menjadi yang paling cantik dan populer?
“Kita harus menjaga diri kita sebaik-baiknya menjaga sikap dan pakian kita.”
“Pake jilbab maksud kamu?
“Sebaiknya sih memang begitu. Agama kita memang mewajibkan kaum perempuan untuk menutup auratnya, Ratih.Tapi walaupun kita tidak pake jilbab,tidak ada salahnya kan kita tetap berpakaian rapi dan menjaga sikap kita?
“Kalau pake jilbab kita kelihatan rapi dan bersaharja,Dewi. Tapi…”Ratih kelihatan ragu.
“Tapi kenapa,Ratih?
“Anu…tapi Dewi jangan tersinggung,ya?”Dewi menggeleng.
“Saya lihat orang yang gak pake jilbab nggak punya pacar,Dewi. Lagian sikap mereka yang terlalu hati-hati itu membuat mereka dijauhi anak laki-laki. Kalau begitu terus-terusan nggak dapat jodohkan,Dewi?
“Astagfirullah”pikiran itu, Ratih ah….kasihan sekali kamu,sayang.
“Apa kamu lupa kalau jodoh itu suda ada ditangan Allah?”
“Iya Dewi saya tahu.Tapi kita harus usaha juga. Kalau kita terlalu tertutup mana mungkin orang mau suka sama kita, Dewi.
“Allah sudah mengatur semuanya,Ratih.Allah akan mempertemukan kita dengan pasangan kita melalui cara yang kadang mungkin tidak terlintas dalam pikiran kita.”
“Aku jadi ingin tahu. Apa kamu mau dicintai hanya karena wajah kamu yang cantik, bukan karena ini dan ini.” Ratih menunjuk pelipis dan dadanya.
“Tentu saja tidak Dewi,”sungguh.Dia tidak mau menikah dengan laki-laki yang hanya menyukai wajahnya. Kalau hanya hal itu,bagaimana jika nanti dia sudah tua dan tidak cantik lagi? Bisa-bisa dia ditinggalkan begitu saja.
“Karena itulah,sebagai manusia tidak ada yang kita bisa lakukan selain kita menjaga diri kita sebaik-baiknya dan berdoa semoga kita dipertemukan dengan seorang yang akan mencintai kita semata-mata karena Allah.
Ratih mengela nafas panjang. Dia tidak punya bantahan untuk kata-kata Ratih.Tapi kenapa dia tetap saja ragu.
“Jangan khawatir,”Dewi menangkap apa yang ada dipikiran Ratih.”Sudah fitrahnya kumbang menyukai bunga. Jadi suatu hari kelak kumbang itu pasti datang walaupun tanpa diundang.Tapi tentu saja kita harus jadi bunga yang baik jika kita menginkan kumbang yang baik juga.”
“Yah…saya juga pernah baca tentang hal itu,Dewi.Sebaliknya,laki-laki yang tidak baik untuk perempuan yang tidak baik.
“Kalau begitu apa lagi yang kamu ragukan?percayalah Allah tidak pernah bohong.”
Ratih menganggut,”jadi….Dian nggak akan main basket lagi?tanya sejurus kemudian.
“Untuk sementara tidak.Tapi nanti,kalau suasananya sudah kembali seperti semula mungkin aku main lagi.
“Kalau gitu….ntar saya bilangin deh sama teman-teman biar nggak ganggu kita lagi. Selama ini kan mereka udah enak bisa bebas main kalau hari Minggu.
Dewi tersenyum senang. Dewi sebenarnya akan lebih senang lagi jika alasan Ratih melarang teman-teman main bersama mereka demi menjaga hijab.Tapi yah….minimal Ratih mengerti dan memahami apa yang tadi aku katakan. Dan untuk permulaan rasanya hal ini sudah cukup.


“Kenangan 24 April 2008”
“Teriring salam untuk Dewi & Teman-teman”
“UNIVERSITAS GUNADARMA”




”Tanpa cinta-Mu”
“Tanpa rahmat dan kasih sayang-Mu”
sesungguhnya aku adalah
orang yang merugi.

“MD.Soetrisnoe.Si”.
“ELEKTRO IN SIDE”
0 Responses

    fhoto-fhoto

    fhoto-fhoto

    Pengikut

    kampus gw gitu loh..........

    kampus gw gitu loh..........